MANAJEMEN OLAHRAGA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2012
I.
PENDAHULUAN
Pelaksanaan
pendidikan jasmani tidak bisa lepas dari aturan-aturan dan norma yang belaku di
masyarakat karena merupakan masalah penting dalam kehidupan, pendidikan jasmani
dan olahraga sebagai salah satu sarana pendidikan anak memberikan suatu
pengayaan dalam etika dan moral di masyarakat. Mengajarkan etika dan nilai
moral sebaiknya lebih bersifat contoh. Tindakan lebih baik dari kata-kata.
Nilai Moral itu beraneka macam, termasuk loyalitas, kebajikan, kehormatan,
kebenaran, respek, keramahan, integritas, keadilan, kooperasi. Pendidikan
jasmani adalah segenap upaya yang mempengaruhi pembinaan dan pembentukkan
kepribadian, termasuk perubahan perilaku, karena itu pendidikan jasmani dan
olahraga selalu melibatkan dimensi sosial, disamping kriteria yang bersifat
fisikal yang menekankan ketrampilan, ketangkasan dan unjuk “kebolehan’. Dimensi
sosial ini melibatkan hubungan antar orang, antar peserta didik sebagai sebagai
fasilitator atau pengarah.
Kata-kata
kunci:
Etika, Pendidikan Jasmani, Olahraga
Pendidikan
Jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, sehingga
pendidikan jasmani memiliki arti yang cukup representatif dalam mengembangkan
manusia dalam persiapannya menuju manusia Indonesia seutuhnya. Di Indonesia
pendidikan jasmani memiliki tujuan kepada keselarasan antara tubuhnya dan perkembangan
jiwa, dan merupakan suatu usaha untuk membuat bangsa indonesia yang sehat lahir
dan batin, diberikan kepada segala jenis sekolah. (UU no 4 th 1950, tentang
dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah bab IV pasal 9)
Tujuan
pendidikan jasmani sebagai (1) perkembangan organ-organ tubuh untuk meningkatkan
kesehatan dan kebugaran jasmani, 2) perkembangan neuro muskuler, 3) perkembangan
mental emosional, 4) perkembangan sosial dan 5) perkembangan intelektual.
Tujuan akhir olahraga dan pendidikan jasmani terletak dalam peranannya sebagai
wadah unik penyempurnaan watak, dan sebagai wahana untuk memiliki dan membentuk
kepribadian yang kuat, watak yang baik dan sifat yang mulia; hanya orang-orang yang
memiliki kebajikan moral seperti inilah yang akan menjadi warga masyarakat yang
berguna (Wendy Kohli, 1995 )
Uraian
di atas memperjelas bahwa pendidikan jasmani dan olahraga merupakan ‘alat’
pendidikan, sekaligus pembudayaan. Proses ini merupakan sebuah syarat yang memungkinkan
manusia mampu terus mempertahankan kelangsungan hidupnya sebagai manusia.
Kondisi saat ini ketika masyarakat Indonesia menghadapi permasalahan perekonomian
yang berkepanjangan, tidak terlepas dari etika dan moral bangsa yang sudah
‘bobrok’, budaya bangsa yang luhur mulai telah terkikis sedikit demi sedikit.
Anak banyak yang tidak menghargai gurunya bahkan orang tuanya. Fenomena dalam pendidikan
jasmani saat ini, banyak anak yang enggan mengikuti pelajaran pendidikan jasmani
karena terkesan membosankan dan menjemukan.
Masalah
moral di Amerika menjadi salah satu isu pendidikan yang diangkat dalam
membentuk manusia Amerika, mengingat orang Amerika pernah terkejut pada awal
1985 ketika mereka mengetahui bahwa pemenang medali cabang balap sepeda pada Olimpiade
yang berasal dari USA mengakui telah mendoping darah sebelum kompetisi. Ditambah
lagi 86 atlet Amerika dari berbagai cabang gagal melewati tes obat-obatan yang
diadakan oleh Komite Olahraga Amerika Serikat, sembilan bulan sebelum pertandingan
pada tahun 1984. Belum lagi kasus kematian pelari Belanda di Universitas Amerika
membawa pada penemuan secara tidak sengaja tentang penggunaan secara luas resep
obat yang didapatkan secara ilegal oleh atlet mahasiswa, yang disuplai oleh
pelatih kampus.
Pendidikan
jasmani dan olahraga adalah laboratorium bagi pengalaman manusia, karena dalam
pendidikan jasmani menyediakan kesempatan untuk memperlihatkan mengembangan
karakter. Pengajaran etika dalam pendidikan jasmani biasanya dengan contoh atau
perilaku. Pengajar tidak baik berkata kepada muridnya untuk memperlakukan orang
lain secara adil kalau dia tidak memperlakukan muridnya secara adil. Selain
dari pada itu pendidikan jasmani dan olahraga begitu kaya akan pengalaman
emosional. Aneka macam emosi terlibat di dalamnya. Kegiatan pendidikan jasmani
dan olahraga yang berakar pada permainan, ketrampilan dan ketangkasan
memerlukan pengerahan energi untuk menghasilkan yang terbaik, pendidikan
jasmani dan olahraga merupakan dasar atau alat pendidikan dalam membentuk
manusia seutuhnya, dalam pengembangan kemampuan kognitif, afektif dan
psikomotor yang behavior dalam membentuk kemampuan manusia yang berwatak dan
bermoral. Dalam tulisan ini akan lebih dibahas tentang etika dan permasalahan
dalam pendidikan jasmani dan olahraga .
II.
PEMBAHASAN
Istilah
etika dan moral secara etimologis, kata ethics berasal dari kata Yunani,
ethike yang berarti ilmu tentang moral atau karakter. Studi tentang
etika itu secara khas sehubungan dengan prinsip kewajiban manusia atau studi
tentang semua kualitas mental dan moral yang membedakan seseorang atau suku
bangsa. Moral berasal dari kata Latin, mos dan dimaksudkan sebagai adat
istiadat atau tata krama. (Rusli Lutan, 2001). Etika tidak mempunyai pretensi
untuk secara langsung dapat membuat manusia menjadi lebih baik. Etika adalah
pemikiran sistematis tentang moralitas, dimana yang dihasilkannya secara
langsung bukan kebaikan, melainkan suatu pengertian yang lebih mendasar dan
kritis.
(Franz Magnis Suseno,1989). Lebih lanjut dikatakan bahwa etika adalah sebuah ilmu,
bukan sebuah ajaran. Jadi etika dan ajaran-ajaran moral tidak berada di tingkat
yang sama. Untuk memahami etika, maka kita harus memahami moral. Etika
mengembangkan diri, Orang hanya dapat menjadi manusia utuh kalau semua nilai
atas jasmani tidak asing baginya, yaitu nilai-nilai kebenaran dan pengetahuan, kesosialan, tanggung jawab
moral, estetis dan religius.
Suatu
usaha sangat berharga untuk menyusun nilai-nilai dan menjelaskan makna bagi
manusia dilakukan oleh Richad Tinning,(2001) dikemukan sebagai berikut : Mengembangkan
diri, Melepaskan diri, menerima diri. Freeman menyebutkan bahwa etika
terkait dengan moral dan tingkah laku, menjelaskan aturan yang tepat tentang
sikap.
Etika
merupakan pelajaran dari tingkah laku ideal dan pengetahuan antara yang baik
dan buruk. Etika juga menggambarkan tindakan yang benar atau salah dan apa yang
harus orang lakukan atau tidak. Etika penting karena merupakan kesepakatan pada
kebiasan manusia, bagaimana modelnya, bagaimana ia menunjukkan dirinya sendiri,
dengan segala sisi baik dan buruk.
Wendy
Kohli, (1995) mengemukakan etika mendasari tentang cara melihat dan mempromosikan
kehidupan yang baik, tentang mendapatkannya, merayakannya dan menjaganya. Etika
terkait dengan nilai-nilai pemeliharaan seperti kebenaran, pengetahuan,
kesempurnaan, persahabatan dan banyak nilai-nilai lainnya. Etika juga mengenai
rasa belas kasih dan simpati, tentang memastikan kehidupan baik berbagi dengan
lainnya, etika terkait dengan kepedulian terhadap yang lain, terutama yang
tidak punya kedudukan atau kekuatan yang diperlukan untuk melindungi diri
mereka sendiri atau jalan mereka.
Freeman
dalam buku Physical Education and Sport in A cahanging Society menyarankan 5 area
dasar dari etika yang harus diberikan yaitu : 1) Keadilan dan persamaan, 2)
Respek terhadap diri sendiri. 3) Respek dan pertimbangan terhadap yang lain, 4)
Menghormati peraturan dan kewenangan , 5) Rasa terhadap perspektif atau nilai relatif.
(Freeman,2001;210)
1.
Keadilan dan Persamaan
Anak didik atau atlet adalah
mengharapkan perlakuan yang adil dan sama. Anak didik ingin sebuah kesempatan
untuk belajar yang sama. Seringkali anak didik yang dibawah rata-rata dalam
olahraga diabaikan.
2.
Respek terhadap diri sendiri
Pelajar atau atlet membutuhkan
respek terhadap diri sendiri dan imej positif tentang dirinya untuk menjadi
sukses. Pelatih dan pengajar yang melatih semua anak didiknyadengan sama
mengambil langkah tepat dalam setiap arahnya agar anak didiknya merasa dirinya
penting dan layak dimata pengajarnya.
3.
Rasa hormat dan kepedulian terhadap orang lain.
Pelajar dan atlet membutuhkan rasa
hormat kepada orang lain, apakah teman sekelasnya, lawan bertanding, guru
ataupun pelatihnya. Mereka perlu belajar tentang bagaimana pentingnya
memperlakukan orang lain dengan hormat.
4.
Menghormati peraturan dan kewenangan
Pelajar dan atlet perlu menghormati
kewenangan dan peraturan, karena tanpa kedua hal ini suatu perhimpunan tidak
akan berfungsi
5.
Rasa terhadap perspektif atau nilai relatif
Beberapa pertanyaan tentang gunanya
berolahraga perlu dipertimbangkan diantaranya ; a) seberapa penting olahraga,
b) apakah hubungan yang tepat antara olahraga dalam filosofi pendidikan
kita?,c) Seberapa penting suatu kemenangan dan d) apa yang menjadi integritas
akademik kita?
Pendidik
jasmani dalam proses pendidikan sebaiknya mengembangkan karakter, karakter menurut
David Shield dan Brenda Bredemeir adalah empat kebajikan dimana seseorang mempunyai
karakter bagus menampilkan ; compassion (rasa belas kasih), fairness (keadilan),
sportsmanship (ketangkasan) dan integritas. Dengan adanya rasa
belas kasih, murid dapat diberi semangat untuk melihat lawan sebagai kawan
dalam permainan, sama-sama bernilai, sama-sama patut menerima penghargaan.
Keadilan melibatkan tidak keberpihakan, sama-sama tanggung jawab. Ketangkasan
dalam olahraga melibatkan berusaha secara intens menuju sukses. Integritas memungkinkan
seseorang untuk membuat kesalahan pada yang lain, sebagai contoh meskipun
tindakannya negatif penerimannya oleh wasit, teman satu tim ataupun fans.
Filsafat
olahraga, seperti filsafat lainnya, dalam olahraga ada beberapa konsep yang
perlu dikaji dan dipahami secara mendalam. Konsep ini bersifat abstrak yaitu
‘mental image’. Walau kita tahu bahwa konsep ini abstrak, tetapi didalam konsep
ini ada makna tertentu, walau perbedaan makna pada setiap individu berbeda-beda
tentang ini.
Konsep
dasar tentang keolahragaan beragam, seperti bermain (play), Pendidikan jasmani
(Physical education), olahraga (Sport), rekreasi (recreation),
tari (dance). Bermain (play) adalah fitrah manusia yang hakiki
sebagai mahluk bermain (homo luden), bermain suatu kegiatan yang tidak
berpretensi apa-apa,kecuali sebagai luapan ekspresi, pelampiasan ketegangan,
atau peniruan peran. Dengan kata lain, aktivitas bermain dalam nuansa riang dan
gembira.mDalam bermain terdapat unsur ketegangan, yang tidak lepas dari etika
seperti semangat fair play yang sekaligus menguji ketangguhan, keberanian dan kejujuran
pemain, walau tanpa wasitpun permainan anak-anak terlihat belum tercemar.
Dalam
bermain terdapat unsur ketegangan, yang tidak lepas dari etika seperti semangat
fair play yang sekaligus menguji ketangguhan, keberanian dan kejujuran pemain, walau tanpa wasitpun permainan
anak-anak terlihat menyenangkan dan gembira ini merupakan bentuk permainan yang
belum tercemar. Dalam bermain pendidikan etika yang ada tidak mengenal pada
suatu ajaran tertentu, karena anak bermain tidak melihat sisi religius teman
dan bentuk permainan, karena tidak ada aturan dalam hal religus dalam bentuk
permainan, pendidikan etika disini yang membetuk manusia yang baik dan kritis,
sehingga proses pemberian pembelajarannya lebih bersifat mengembangkan daya pikir
kritis dengan mengamati realitas kehidupan. Seperti melihat harimau, maka anak
akan meniru gaya harimau yang menerkam mangsa, simangsa sudah tentu adalah
teman sepermainnya. Temannya akan berjuang mempertahankan dengan bergelut.
Bermain dalam alam anak memberikan konsep anak bertanggung jawab terhadap
permainan tersebut. Ketika terjadi “perselisihan” maka tanggung jawab anak
terhadap permainan ini membantu dalam pengembangan moralnya.
Olahraga
(sport) yang merupakan kegiatan otot yang energik dan dalam kegiatan itu
atlet memperagakan kemampuan geraknya (performa) dan kemauannya semaksimal
mungkin, akan tetapi perkembangan teknologi memungkinkan faktor mesin menjadi techno-sport,
seperti balap mobil, balap motor, yang banyak tergantung dengan faktor
mesin. Olahraga bersifat netral dan umum, tidak digunakan dalam pengertian
olahraga kompetitif, karena pengertiannya bukan hanya sebagai himpunan
aktivitas fisik yang resmi terorganisasi (formal) dan tidak resmi (informal).
Pendidikan jasmani pada dasarnya bersifat universal, berakar pada pandangan
klasik tentang kesatuan erat antara
“body
and mind”, Pendidikan jasmani adalah bagian integral dari pendidikan melalui aktivitas
jasmani yang bertujuan untuk meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler,
intelektual dan emosional.
Konsep
pendidikan jasmani terfokus pada proses sosialisasi atau pembudayaan via
aktifitas jasmani, permainan dan olahraga. Proses sosialisasi berarti
pengalihan nilai-nilai budaya, perantaraan belajar merupakan pengalaman gerak
yang bermakna dan memberi jaminan bagi partisipasi dan perkembangan seluruh
aspek kepribadian peserta didik. Perubahan terjadi karena keterlibatan peserta
didik sebagai aktor atau pelaku melalui pengalaman dan penghayatan secara
langsung dalam pengalaman gerak sementara guru sebagai pendidik berperan
sebagai “pengarah” agar kegiatan yang lebih bersifat pendeawsaan itu tidak
meleset dari pencapaian tujuan.
Pengajaran
Etika dalam pendidikan jasmani
Kita
telah menyadari bahwa pendidikan jasmani dan olahraga adalah laboratorium bagi
pengalaman manusia, oleh sebab itu guru pendidikan jasmani harus mencoba mengajarkan
etika dan nilai dalam proses belajar mengajar, yang mengarah pada kesempatan
untuk membentuk karakter anak. Karakter anak didik yang dimaksud tentunya tidak
lepas dari karakter bangsa Indonesia serta kepribadian utuh anak, selain harus
dilakukan oleh setiap orangtua dalam keluarga, juga dapat diupayakan melainkan pendidikan
nilai di sekolah. Saran yang bisa diangkat yaitu seluruh suasana dan iklim di sekolah
sendirii sebagai lingkungan sosial terdekat yang setiap hari dihadapi, selain
di keluarga dan masyarakat luas, perlu mencerminkan penghargaan nyata terhadap
nilai-nilai kemanusiaan yang mau diperkenalkan dan ditumbuhkembangkan
penghayatannya dalam diri peserta didik. Misalnya, kalau sekolah ingin
menanamkan nilai keadilan kepada para peserta didik, tetapi di lingkungan
sekolah itu mereka terang-terangan menyaksikan berbagai bentuk ketidakadilan,
maka di sekolah itu tidak tercipta iklim dan suasana yang mendukung keberhasilan
pendidikan nilai. (Seperti praktek jual-beli soal, mark up nilai, pemaksaan
pembelian buku dsb).
Tindakan
nyata dan penghayatan hidup dari para pendidik atau sikap keteladanan mereka
dalam menghayati nilai-nilai yang mereka ajarkan akan dapat secara instingtif mengimbas
dan efektif berpengaruh pada peserta didik. Sebagai contoh, kalau guru sendiri
memberi kesaksikan hidup sebagai pribadi yang selalu berdisiplin, maka kalau ia
mengajarkan sikap dan nilai disiplin pada peserta didiknya, ia akan lebih
disegani. Semua pendidik di sekolah, terutama para guru pendidikan jasmani
perlu jeli melihat peluangpeluang yang ada, baik secara kurikuler maupun
non/ekstra kurikuler, untuk menyadarkan pentingnya sikap dan perilaku positif
dalam hidup bersama dengan orang lain, baik dalam keluarga, sekolah, maupun
dalam masyarakat. Misalnya sebelum pelajaran dimulai, guru menegaskan bila anak
tidak mengikuti pelajaran karena membolos, maka nilai pelajaran akan dikurangi.
Secara
kurikuler pendidikan nilai yang membentuk sikap dan perilaku positif juga bisa
diberikan sebagai mata pelajaran tersendiri, misalnya dengan pendidikan budi pekerti.
Akan tetapi penulis tidak menyarankan untuk di lakukan. Melalui pembinaan rohani
siswa, melalui kegiatan pramuka, olahraga, organisasi, pelayanan sosial, karya wisata,
lomba, kelompok studi, teater, dll. Dalam kegiatan-kegiatan tersebut para pembina
melihat peluang dan kemampuannya menjalin komunikasi antar pribadi yang cukup
mendalam dengan peserta didik.
III.
PENUTUP
Kesimpulan
Penulis
mencoba merekomendasikan beberapa hal tentang pendidikan nilai dalam pendidikan
jasmani berdasarkan latar belakang dan teori, diantaranya adalah pendidikan etika
konsepnya bersifat abstrak, sehingga pemberiannya harus lebih banyak pada perilaku
dan contoh-contoh yang konstruktif, dan sebagai alat pendidikan mempercepat anak
dalam mengembangkan konsep tentang moral.
Mengamati
realitas moral secara kritis, akan lebih dekat pada bentuk permainan, dimana
mengamati realitas moral merupakan pendidikan etika. Dalam permainan compassion,
fairness, spormanship dan integritas sangat lekat didalamnya sehingga mampu
memberikan konsep pendidikan etika di dalamnya. Dukungan lingkungan sekolah dan
masyarakat harus dijaga untuk menjaga iklim lingkungan sosial yang baik, agar
mendukung pendidikan etika dan nilai.
Guru
pendidikan jasmani dapat mengajarkan nilai dan etika diluar jam pelajaran, terutama
saat ektra kurikuler, kegiatan pramuka, organisasi klub olahraga sekolah dengan
melihat peluang yang tepat dalam pendekatan individu. Membuat mata pelajaran
tentang budi pekerti, tetapi hal ini perlu pembicaraan sesama seksama.
DAFTAR
PUSTAKA
Franz
Magnis Suseno, (1987) Etika Dasar, Masalah-masalah pokok filsafat moral. Yogyakarta:
Perc. Kanisius, 1987.
_________________,
(2000), Kuasa & Moral. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Ikhwanuddin Syarif
(ed). (2001) Pendidikan untuk Masyarakat Indonesia baru, 70 tahun Prof. Dr.
H.A.R. Tilaar, M.Sc. Ed. Jakarta: Grasindo, 2001.
Richard
Tinning, et., al, (2001) Becoming a physical education teacher, Australia: Printice
hall.
Rusli
Lutan (ed)., (2001) Olahraga dan Etika Fair Play. Direktorat Pemberdayaan IPTEK
Olahraga, Dirjen OR, Depdiknas, Jakarta: CV. Berdua Satutujuan.
Sutan
Zanti dan Syahniar Syahrun, (1993) Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Dirjeb Pend.
Tinggi.
William
H. Freeman, 6 th ed.
(2001) Physical Education and sport in a changing society. Boston: Allyn &
Bacon. Wendy Kohli (ed).,(1995) Critical Conversations in Pholosophy of
Education. New York: Routledge.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar